Presiden Joko Widodo berkomitmen mewujudkan masyarakat Indonesia yang maju dan berdaya saing melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, dan isu literasi secara spesifik disebutkan di dalamnya.
Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakan pada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI), Adin Bondar mengatakan, patut bersyukur jika komitmen pemerintah telah memberikan legacy yang sangat kuat di dalam peningkatan sumber daya manusia (SDM). Terlihat dari RPJMN 2020-2024 jadi prioritas nasional. “Dalam konsep penguatan budaya literasi akan terwujud masyarakat yang berpengetahuan, inovatif, kreatif dan berkarakter. Kalau dicermati dalam RPJMN itu, dicapai melalui pengembangan kegemaran budaya membaca, penguatan konten perbukuan literasi dan peningkatan akses,” kata deputi dalam talkshow yang bertema Perpustakaan, Literasi, dan Inklusi, Selasa (19/12/2023).
Adin menjelaskan, kegemaran membaca di satuan pendidikan sudah berkembang melalui sekolah maupun perguruan tinggi. Kemudian di masyarakat ada program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS), di mana perpustakaan jadi ruang terbuka bagi masyarakat.
Sudah dilakukan di 3.262 desa yang sudah bertransformasi dan melibatkan 3 juta warga termarjinalkan. “Sehingga konsep perpustakaan menjangkau masyarakat sudah maksimal, kalau dilihat dari locus-locus yang kita bangun,” ucapnya.
“Per Desember sudah ada 2.494 desa yang direplikasi melalui TPBIS. Banyak warga yang awalnya pengangguran, tapi begitu program ini hadir, dapat pengetahuan baru didampingi fasilitator yang kita didik,” lanjut Adin.
Adin mengemukakan ada beberapa parameter perubahan yakni dari segi ekonomi. Masyarakat marjinal dapat kemampuan baru. Seperti awalnya berjualan makanan, tapi tidak tahu bagaimana memasarkan produk dengan baik. Melalui porgram Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS) sudah di upgrade dan berkembang menjadi usaha katering. Dari segi aspek lain meningkatkan hubungan secara sosial, karena sama-sama bertemu di perpustakaan.
Adin mengungkapkan, ide terciptanya TPBIS berawal dari prinsip pembangunan inklusi. Sebab, di seluruh dunia bertumpu pada penguatan SDM. Di mana setiap orang berhak mencipta, mengakses dan memanfaatkan sumber informasi dan pengetahuan. “Dampak ganda dari seorang literatf pada seseorang dan kesejahteraan negara. Jadi, semain tinggi indeks literasi masyarakat, maka negara itu akan maju dan sejahtera. Sangat berbeda dengan negara yang literasinya rendah. Maka berdampak pula pada kemiskinan yang tinggi, kesehatan buruk dan pengangguran besar,” tegas Adin.
Oleh karena itu, sejalan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan, upaya menumbuhkan budaya baca ada tiga pilar, yakni keluarga, satuan pendidikan dan masyarakat, “Untuk pilar yang pertama sudah jelas jika keluarga adalah pondasi awal untuk meningkatkan budaya literasi di era digital. Sebab, keluarga merupakan madrasah pertama bagi anak.
Kemudian untuk satuan pendidikan di mana Kemendikbud Ristek telah mengembangkan buku yang menunjang kecakapan literasi. Ada 15 juta buku yang di desimnasi ke sekolah. Kemudian pilar ketiga tentang partisipasi masyarakat dalam mengikuti program TPBIS,” kata Adin Adapun literasi digital berbasis keluarga ini berawal di mana kalau dilihat kelemahan anak didik dalam pencapaian skor PISA yang dilakukan Unesco, melalui Kemendikbud Ristek belum maksimal. Ada peningkatan lima poin tapi di literasi lain belum menguntungkan.
Perpusnas melihat hal ini disebabkan belum mempersiapkan secara matang literasi di dalam aspek keluarga. Sehingga mengembangkan perluasan akses informasi dan pengetahuan untuk membangun tiga pilar keluarga. Yang pertama, kata Adin, adalah kelompok pra nikah. Akan diberikan edukasi untuk memiliki kesadaran yang baik, bagaimana membangun hubungan keluarga yang harmonis, memahami reproduksi dan lain-lain. Sehingga menjadi keluarga bahagia setelah menikah. “Kedua adalah keluarga yang akan memiliki anak. Perlu ada edukasi melalui konten-konten literasi yang bisa diakses. Dan yang ketiga adalah tahap anak pada usia emas 0-6 tahun. Melalui stimuasi berbagai kegiatan yang dilakukan keluarga,” ucapnya.
“https://www.liputan6.com/regional/read/5485654/inovasi-membangun-budaya-literasi-mulai-dari-pesan-berantai-hingga-perpus-keliling”